Sebelum bencana lumpur Lapindo terjadi pada 2006, Sidoarjo dikenal sebagai salah satu kota pusat kerajinan di Jawa Timur. Karakteristik motif batiknya yang tegas dengan warna yang didominasi kecoklatan telah jadi ciri khas utama mereka. Warna coklat ini, sayangnya kemudian juga jadi warna dominan dalam pemandangan kota Sidoarjo setelah luapan lumpur Lapindo memporakporandakan ratusan rumah warga di Porong Sidoarjo. Bencana ini mengubah banyak hal di Sidoarjo, tapi para perajin batik bertahan.
Pada 2014 lalu, Batik Fractal berkenalan dengan komunitas perajin batik di Sidoarjo. Beberapa menggunakan teknik lukis manual, beberapa menggunakan cap. Namun perajin batik Sidoarjo telah terbiasa membuat motif kontemporer. Maka dari itu, ketika dikenalkan dengan software jBatik, mereka sangat antusias.
Salah satu yang paling kami ingat adalah Luthfi, perajin dari Bintang Lima Company yang menciptakan motif “Sumber Lapindo”. Motif batiknya ini terinspirasi dari bencana yang merusak kotanya. Dengan karakteristik dari batik Sekardangan, ia membuat bentuk pola baru untuk menyimbolkan sumur-sumur lumpur yang menenggelamkan tetangga-tetangga. Batik “Sumber Lapindo” kemudian tak bisa hanya dilihat sebagai tekstil, ia sudah menyerupai pernyataan untuk pantang menyerah dan tak takut mati oleh warga terdampak kecelakaan ini.